EMPAT LAWANG- Kebisaan buruk dengan melakukan pertanian dan ladang secara berpindah-pindah, dikhawatirkan dapat menurunkan kondisi keaslian hutan yang ada. Tidak heran jika tingkat kritis hutan dibumi saling keruani sangi kerawati saat ini, sudah semakin meluas hingga mencapai 138.671,39 hektar. “Penurunan kondisi hutan sudah terjadi sejak dahulu, karena sebagian besar perkebunan dan ladang yang digarap masyarakat dilakukan dengan cara yang tradisional dan berpindah-pindah. Karena mereka tidak mengupayakan penanaman ulang tumbuhan kayu hutan, maka kondisi hutan bekas areal perkebunan semakin lama akan memasuki tahap kritis,” ungkap Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Empat Lawang, H Dumyati Isro kepada wartawan koran ini, Selasa (4/5). 
Dijelaskan Dumyati, dari luas hutan di Empat Lawang sekitar 887.661,84 hektar, setidaknuya untuk jenis hutan kawasan lahan kritis sudah mencapai sekitar 132.399,21 hektar. Sedangkan untuk hutan diluar kawasan mencapai 6272,18 hektar, lahan yang sudah masuk kategori kritis. Dengan demikian jumlah hutan kritis di Empat Lawang, secara umum mencapai lebih kurang 131.671,39 hektar. Sebagian besar hutan tersebut digarap oleh masyarakat, sebagai lahan perkebunan. ”Sampai sekarang masih banyak masyarakat yang memiliki kebun di areal hutan, karena sebelumnya mereka belum mengetahui apakah lahan tersebut merupakan areal hutan kawasan atau bukan. Sehingga saat ini perkebunan mereka sudah menghasilkan, tentunya sayang jika harus ditinggalkan,” terang Dumyati
Sebagai antisipasi berkurangnya kondisi hutan tersebut, maka setiap masyarakat yang sudah mengelolah perkebunan di kawasan hutan. Diwajibkan untuk menanam kembali, jenis pohon hutan disekitar perkebunannya. Agar dapat mengembalikan kondisi hutan, sehingga tidak menjadi semakin kritis. ”Kedepan akan diberlakukan larangan untuk membuka areal hutan sebagai perkebunan, karena sanksi yang akan diberikan sama dengan tindak perambahan hutan. Tentunya jika kayu hutan tersebut diambil, maka sama dengan melakukan illegal loging,” tegas Dumyati
Sementara, Bupati Empat Lawang, H Budi Antoni Aljufri (HBA) mengatakan, tingkat kritis hutan di Empat Lawang memang sudah terjadi sejak dahulu, karena memang sebagian besar masyarakat sering melakukan pembukaan lahan perkebunan di hutan. Hal ini karena memang belum mengetahui aturan dan jenis hutan yang digarap, selain itu kegiatan pembukaan lahan oleh masyarakat juga dilakukan dengan berpindah-pindah,”Sebelumnya memang sebagian besar petani masih membuka lahan dengan cara tradisional, salah satunya dengan menebang hutan dan membakar lahan tersebut. Jika memang dapat diyakini lahan tersebut bagus maka mereka bertahan, tetapi sebaliknya mereka akan pindah kelahan yang lainnya,” terang HBA
Dikatakan HBA, untuk upaya penyelamatan hutan, setidaknya dapat dilakukan secara terus menerus penyuluhan kepada masyarakat tentang batasan dan larangan merambah hutan. Karenanya, Dishutbun dalam hal ini selaku instansi berwenang, wajib meningkatkan kembali upaya penyuluhan dan sosialisasi ke masyarakat. Selain itu dapat juga diupayakan sosialisasi, penanaman kembali pohon di beberapa lokasi hutan yang sudah kritis tersebut.”Tidak hanya penyuluhan tentang pengawasa hutan, tetapi dapat juga ditingkatkan pengawasan dan pemberdayaan terhadap mutu dan perkembangan perkebunan masyarakat Empat Lawang. Agar kedepan hasil perkebunan dapat lebih memuaskan, dan dapat menunjang perekonomian masyarakat,” pungkas HBA.(mg 01)

0 komentar

Posting Komentar

Image and video hosting by TinyPic

    ARSIP BERITA