EMPAT LAWANG-Setiap warga dilarang keras untuk mengangkut, menguasai, memiliki hasil hutan jika tidak dilengkapi dengan surat keterangan sahnya hasil hutan tersebut. Karena jika terbukti dengan sengaja dilakukan pelanggaran, maka pelaku diancam dengan hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda Rp 10 miliar. “Sesuai dengan terapan yang tercantum di dalam Undang-Undang No.41 Tahun 1999, pada pasal 50 ayat 3 dan pasal 78,” ungkap Kepala BP2HP Provinsi Sumatera Selatan, Syarifudin kepada wartawan koran ini, Senin (29/3).
Dikatakannya, dalam pengolahan hasil hutan hendaknya masyarakat mengetahui terlebih dahulu jenis hutan tersebut. Jangan sampai nantinya terdapat kesalahan karena dalam pengelolaannya memasuki areal yang tidak dibenarkan untuk dikelola, misalnya kawasan hutan lindung dan konservasi. Dijelaskan Syarifudin, defenisi kawasan hutan adalah kawasan yang sudah ditetapkan pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Sedangkan hutan negara dan hutan hak adalah hutan yang tidak dibebani hak atas tanah dan yang dibebani kepada pemiliknya. “Larangan tersebut karena areal hutan lindung memiliki fungsi utama sebagai pelindung atau sistem penyangga kehidupan, menjaga tata air, mencegah bencana banjir, mengendalikan erosi dan sebagai penjaga kesuburan tanah,” jelas Syarifudin.
Tidak hanya larangan pengangkutan berbagai hasil hutan, lanjut Syarifudin, dalam penjelasan Undang Undang Pegelolaah hasil hutan tersebut juga terdapat larangan keras bagi pengusaha kayu yang memasukkan alat berat yang digunakan untuk mengangkut hasil hutan, ataupun alat yang biasa digunakan untuk menebang kayu yang ada di dalam kawasan hutan tanpa terlebih dahulu melengkapi perizinan dengan pihak berwenang.
Jika tidak, kata Syarifudin, maka sanksi yang akan diberikan sangat berat setidaknya diancam dengan hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar. “Untuk itu Dinas Kehutanan di daerah Empat Lawang yang memiliki tanggung jawab sebagai pengurus yang bersangkut paut dengan hutan, hasil, dan kawasannya,” tambah Syarifudin.
Untuk di Empat Lawang dalam pengolahan hasil hutan, hendaknya masyarakat tidak melakukan hanya untuk kepentingan sepihak. Begitu juga dengan para pengusaha kayu diharuskan membuat dokumen kayu yang dimilikinya, diantaranya Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) dan Surat Keterangan Sah Kayu Bulat (SKSKB). Dengan demikian dalam pengolaannya tidak akan menjadi permasalahan. “Untuk pembuatan SKAU dapat dilakukan dengan pihak Kades, ini dilakukan untuk mengurangi tindak kriminal atau pelanggaran hukum yang dilakukan oknum tidak bertanggung jawab,” imbaunya
Ditambahkannya, untuk jenis hutan produksi di Empat Lawang pengelolaannya terdapat izin pemanfaatan kayu dan hasil hutan lainnya. Sedangkan untuk jenis hutan lindung tidak ada izin pemanfaatan kayu. Selain itu di Empat Lawang juga terdapat jenis Hutan Tanaman Rakyat (HTR), karenanya hasil dari pengelolaan HTR harus diupayakan agar dapat mensejahterakan rakyat yang ada di kawasan tersebut.
Sementara Kepala Dinas Kehutanan Dan Perkebunan (Dishutbun) Empat Lawang, Dumyati Isro melalui Kabid Kehutanan Suan Amri mengatakan, melalui Sosialisasi Peraturan Bidang dan Bina Produksi diharapkan para pengusaha kayu dapat mengerti dan mematuhi peraturan yang sudah ditetapkan. Selain itu para Kades juga hendaknya dapat memantau kegiatan keluar masuk kayu di daerahnya dengan menerbitkan SKAU. Dengan demikian pengelolaan hasil hutan di Empat Lawang dapat terus terpantau. “Kami berharap Kades dapat melaporkan SKAU, yang sudah dikeluarkannya minimal setiap sebulan penerbitan. Begitu juga dengan para pengusaha kayu hendaknya dapat melaporkan usahanya ke Dishutbun,” imbaunya (mg 01)



0 komentar