EMPAT LAWANG-Dalam melakukan aktivitas penambangan, khususnya jenis pertambangan material galian C, pemilik quari harus memperhatikan jarak antara lokasi pengerukan dengan tepian sungai. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari bencana longsor dan erosi tanah di tepian sungai.
“Jarak penambangan harus berada minimal lima meter dari tepi sungai, sesuai dengan ketentuan yang ada pada perizinan lokasi pertambangan tersebut. Karena jika melanggar akan ditinjau kembali izin operasinya, kemungkinan akan dilakukan penyetopan karena berbahaya terhadap lingkungan sekitar,” unkap Kepala Dinas Pertambangan Energi (Distamben) Empat Lawang, Taswin kepada wartawan koran ini, Selasa (20/4).
Dijelaskan Taswin, untuk upaya penertiban quari yang ada di Empat Lawang, Distamben bekerjasama dengan Badan Pengelolaan dan Pemberdayaan Dampak Lingungan (Bappedalda) Empat Lawang, akan melakukan pantauan setiap triwulan. Karena dalam aktivitas pertambangan, kemungkinan para pemilik quari lalai dalam menjalankan ketentuan dalam perizinannya. “Untuk beberapa quari yang ada, sudah memiliki izin. Terutama yang sudah menggunakan alat berat, karena hasil produksinnya lebih banyak dibanding penambang tradisional. Serta dampak negatif terhadap lingkungan akan lebih besar,” terang Taswin.
Sementara, Kepala Bappedalda Empat Lawang, M Siregar mengatakan, seluruh penambang galian golongan C dengan menggunakan alat berat seharusnya memperhatikan lingkungan di sekitarnya. Dalam melakukan pengerukan material galian C di sungai, jaraknya minimal lima meter dari tepi sungai. Agar tidak terjadi longsor dan erosi, pada bagian tanah dipinggiran sungai.
“Pengusaha tersebut setidaknya membuatkan bronjong di pinggir sungai agar dapat menahan permukaan tanah di pinggir sungai. Setidaknya dapat ditumpukkan material yang digali dari sungai tersebut disepanjang lokasi yang ditambang,” ungkap Siregar.
Dikatahkan Siregar, dengan adanya aktivitas penambangan selain kondisi sungai yang rusak juga akan memperkeruh aliran air dihilirnya. Tentunya karena saat ini sebagian besar masyarakat Empat Lawang masih menggunakan air sungai untuk kebutuhan MCK dan konsumsi sehari-hari.
“Dampak negatif dari penambangan sangat besar, karenanya pengusaha quari harus memberikan kontribusi sebaliknya untuk masyarakat yang ada di sekitarnya. Misalnya, dengan melakukan perbaikan jalan dan fasilitas umum lain. Terutama dalam pengawasan dampak terhadap kebersihan sungai yang berada dihilir lokasi pertambangan tersebut,“imbau Siregar.
Dalam melakukan aktivitas pemilik tambang, kata Siregar, harus lebih memperhatikan lingkungannya. Sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan saat mengajukan izin kelola, pada kajian dampak lingkungannya. Untuk itu, kata Siregar, pihaknya akan melakukan peninjauan kembali kelokasi galian C, dalam mengevaluasi dampak lingkungan yang diakibatkan aktivitas penambangan. “Paling tidak tim kami akan terus turun minimal tiga bulan sekali ke lokasi penambangan yang menggunakan alat berat, untuk melihat perkembangan dampak lingkungan yang disebabkan oleh penambangan galian C tersebut,“ungkap Siregar.
Ditambahkan Siregar, pemilik pertambangan material galian C, agar membuat papan peringatan pada lokasi yang berada di jalan umum. Sehingga kendaraan yang melintas mengetahui bahwa ada aktivitas penambangan, dan berhati-hati terhadap keluar masuknya kendaraan tambang di jalan lintas. “Upaya tersebut untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, terutama pengendara yang melewati sepanjang jalan di sekitar lokasi pertambangan,” pungkas Siregar.(mg 01)



0 komentar