EMPAT LAWANG- Empat Lawang merupakan lahan utama kopi dan hasilnya sangat menjanjikan. Karena itu, peremajaan tanaman kopi dilakukan di Empat Lawang terutama di daerah Lintang Kanan dan Muara Pinang.
Peremajaan itu dilakukan di beberapa lahan milik warga yang batang kopinya sudah tua dan tidak produktif lagi. Kebun kopi tersebut dengan demikian sudah tidak layak lagi dipertahankan.
Meskipun ada kecenderungan untuk mengganti perkebunan kopi yang banyak dijadikan sumber pencarian di Empat Lawang dengan perkebunan lain seperti kakao, potensi kopi masih menjanjikan. Hal tersebut dijelaskan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Kadishutbun) Empat Lawang, Dumyati Isro kepada wartawan koran ini, Selasa (2/3).
Menurut Dumyati, potensi perkebunan kopi tersebut tersebar merata di tujuh kecamatan di Empat Lawang dengan luas total 56.536,50 hektar dan jumlah produksi 22 ribu ton/tahun. Lahan areal yang terluas berada di Kecamatan Talangpadang yaitu seluas 16.825 hektar dengan jumlah produksi 4906 ton per tahun dan dikelola oleh 8915 kepala keluarga.
Dikatakannya, tidak semua lahan yang ada di Empat Lawang ini sudah menghasilkan. "Beberapa lahan ada yang baru diusahakan dan ditanam oleh petani. Sebagian ada juga tanaman tidak menghasilkan. Tanaman tidak menghasilkan ini sebagian karena sudah berusia tua sehingga tidak produktif atau ada juga yang rusak atau mati," jelas Dumyati.
Hasil produksi kopi tersebut, selama ini dipasarkan ke berbagai daerah di Indonesia bahkan sampai ke mancanegara.
"Sayangnya yang dijual ke luar negeri itu tidak memakai merk kita lagi. Biasanya langsung dianggap kopi Lampung atau kopi daerah penghasil kopi lainnya seperti Pagaralam atau Lahat," kata salah seorang pengusaha kopi di Tebing Tinggi.
Beberapa pengumpul atau tauke kopi kadang-kadang mendatangi langsung ke petani. "Hasil perkebunan kopi ini tahunan. Ini yang membuat para petani mulai berpikir mencari alternatif tanaman lain yang dapat lebih menghasilkan dan tidak dalam tahunan. Mereka mulai ada yang meninggalkan kopi dan bertanam kakao atau sawit. Kedua tanaman tersebut dianggap tidak terlalu terpengaruh musim dan dapat berproduksi sepanjang tahun," terang Dumyati.
Mansyur S, seorang petani kopi di Tebing Tinggi mengakui kalau dari perkebunan kopinya ia saat ini bisa mencukupi kebutuhan keluarganya. "Apalagi kalau harga kopi bagus, dan hasil produksinya banyak, saya bisa menabung juga untuk persiapan kalau sedang tidak musim," ungkap Mansyur.
Namun kata dia, tanaman kopi jarak musim ke musimnya lama, sehingga persediaan tabungan juga habis karena tidak ada alternatif usaha lain.
Beberapa petani kopi yang lain juga mengakui hal tersebut, tetapi karena saat ini mereka tidak mempunyai cukup luas areal perkebunan maka hanya memperoleh sedikit saja hasilnya. "Saat ini kami mencoba menanam tanaman lain seperti kakao. Mungkin nanti jika hasil kakao lebih menjanjikan kami akan menggantinya dengan tanaman kakao secara sedikit-sedikit," terang Jarsan salah seorang petani kopi.
Sementara petani lain tetap berkomitmen tidak akan meninggalkan tanaman kopi meskipun nanti bertanam kakao atau tanaman lain. "Sejak dahulu wilayah kami ini sampai ke Besemah (Pagaralam, sebagian Lahat dan sekitarnya, red) identik dengan kebun kopi. Kami akan terus bertanam kopi," papar Wiwin, warga Muara Pinang yang berbatasan langsung dengan wilayah Tanah Besemah di Jarai Kabupaten Lahat.(04)



0 komentar